Kamis, 14 Mei 2009

HUKUM KESEHATAN

MODUL KESEHATAN
POKOK BAHASAN: MALPRAKTEK TENAGA PERAWATAN

PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI SINGKAT
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan
salah satu indicator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam
masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya
kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau
bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan
mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi
proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari.
Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad
tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang
asimitris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran.
Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu
memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan
mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
B. TUJUAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Sertelah akhir pembelajaran mahasiswa mampu memahami tentang
malpraktek dan dapat mencegah terjadi malpraktek dalam bidang pelayanan
kesehatan oleh tenaga perawatan.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini mahasiswa dapat
1. Menjelaskan pengertian malpraktek
2. Menjelaskan jenis-jenis malpraktek di bidang pelayanan kesehatan
3. Menjelaskan cara-cara pembuktian malpraktek
3
4. Menjelaskan tentang tanggung jawab hukum
5. Memahami upaya pencegahan malpraktek dan mengetahui cara
menghadapi tuntutan hukum.
C. LINGKUP BAHASAN
1. Pengertian malpraktek
2. Malpraktek di bidang hukum
3. Pembuktian malpraktek
4. Tanggung jawab hukum
5. Upaya pencegahan dan menghadapi tuntutan malpraktek.
D. PROSES, METODA, DAN ALAT BANTU
1. Metoda
a. Ceramah dan tanya jawab
b. Curah pendapat/brainstorming
2. Alat Bantu
a. OHP
b. Spidol
c. Transparan
d. White Board
3. Proses
Tahap Pencairan ................................................................................ (15’)
Kegiatan 1: Perkenalan, menciptakan suasana belajar yang kondusif
(5’)
Fasilitator melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Memperkenalkan diri
Fasilitator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
topik pelajaran
Fasilitator memberi motivasi.
Kegiatan 2 : Menggali pemahaman (10’)
4
Fasilitator menggali sejauh mana pengetahuan linatih terhadap materi
yang akan diberikan.
Tahap Belajar ................................................................................... (60’)
Kegiatan : Penjelasan materi (60’)
Fasilitator menjelaskan pokok bahasan dan sub pokok bahasan, untuk
mencapai tujuan khusus, dilanjtkan dengan tanya jawab.
Tahap Evaluasi .................................................................................. (10’)
Fasilitator memberikan pertanyaan kepada peserta yang bersedia
menjawab atau ditunjuk.
Tahap Penutup .................................................................................. (5’)
Kegiatan : Rangkuman (5’)
Fasilitator merangkum secara keseluruhan apa yang disampaikan dan
menjelaskan materi ini dan mahasiswa diberi kesempatan untuk
menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
E. EVALUASI
1. Evaluasi dilaksanakan dengan cara melakukan pengamatan selama
proses pembelajaran
2. Evaluasi formatif dilakukan selama proses belajar dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan materi yang telah disampaiakan.
F. BAHAN RUJUKAN
1. Ameln,F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya,
Jakarta.
2. Dahlan, S., 2002, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
3. Guwandi, J., 1993, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
5
PENYAJIAN MATERI
KEGIATAN BELAJAR 1
PENGERTIAN MALPRAKTEK
A. TUJUAN
Setelah selesai sesi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
pengertian tentang malpraktek serta berlakunya norma etika dan norma
hukum dalam profesi tenaga perawatan.
B. MATERI POKOK
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, melalui kegiatan belajar
yang akan dibahas dalam modul ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian malpraktek.
2. Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan.
C. URAIAN MATERI
1. Pengertian malpraktek.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak
selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah”
sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”,
sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.
Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam
rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari
seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society
de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
6
2. Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga perawatan berlaku norma
etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya
kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut
pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika
disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice. Hal ini perlu difahami mengingat dalam profesi
tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga
apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang
mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka
ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical
malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.
Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical
malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti
merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).
7
KEGIATAN BELAJAR 2
MALPRAKTEK DIBIDANG HUKUM
A. TUJUAN
Setelah selesai sesi ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
jenis-jenis malpraktek hukum dibidang pelayanan kesehatan.
B. MATERI POKOK
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut di atas, melalui kegiatan
belajar yang akan dibahas dalam modul ini adalah jenis-jenis malpraktek
hukum dibidang pelayanan kesehatan.
C. URAIAN MATERI
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3
kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,
Civil malpractice dan Administrative malpractice.
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana
yakni :
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan
perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa
kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan
(negligence).
 Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya
melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan
(pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263
KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
8
 Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya
melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed
consent.
 Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang
hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,
ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan
kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice
apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice
antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of
vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana
kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut
dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
9
3. Administrative malpractice
Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative
malpractice manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar
hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police
power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi
tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja,
Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga
perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan
yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum
administrasi.
10
KEGIATAN BELAJAR 3
PEMBUKTIAN MALPRAKTEK DIBIDANG PELAYANAN KESEHATAN
A. TUJUAN
Setelah selesai sesi ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
tentang cara-cara pembuktian dalam gugatan/tuntutan hukum dalam
malpraktek pelayanan kesehatan.
B. MATERI POKOK
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, melalui kegiatan belajar
yang akan dibahas dalam modul ini adalah sebagai berikut:
1. Pembuktian secara langsung
2. Pembuktian secara tidak langsung
C. URAIAN MATERI
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan
dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah
benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan
diwilayah tersebut.
Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan
merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk
of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenaga
kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya
(inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaat
verbintenis).
11
Sebagai contoh adanya komplain terhadap tenaga perawatan dari
pasien yang menderita radang uretra setelah pemasangan kateter. Apakah
hal ini dapat dimintakan tanggung jawab hukum kepada tenaga perawatan?
Yang perlu dipahami semua pihak adalah apakah ureteritis bukan merupakan
resiko yang melekat terhadap pemasangan kateter? Apakah tenaga
perawatan dalam memasang kateter telah sesuai dengan prosedur
profesional ?.
Hal-hal inilah yang menjadi pegangan untuk menentukan ada dan tidaknya
malpraktek.
Apabila tenaga perawatan didakwa telah melakukan kesalahan
profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang
tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya
kesalahan.
Dalam hal tenaga perawatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice,
harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga perawatan tersebut telah
memenuhi unsur tidak pidanya yakni :
a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang
tercela
b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang
salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan).
Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan
kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka,
maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah)
yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun
kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya
dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur
adanya 4 D yakni :
12
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga
perawatan haruslah bertindak berdasarkan
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.
b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan
menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa
yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga
perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
c. Direct Causation (penyebab langsung)
d. Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan
kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage)
yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan
sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil
(outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga
perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka
pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si
penggugat (pasien).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi
pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya
sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada
memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
13
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga
perawatan
c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan
lain tidak ada contributory negligence.
Misalnya ada kasus saat tenaga perawatan akan mengganti/
memperbaiki kedudukan jarum infus pasien bayi, saat menggunting
perban ikut terpotong jari pasien tersebut .
Dalam hal ini jari yang putus dapat dijadikan fakta yang secara tidak
langsung dapat membuktikan kesalahan tenaga perawatan, karena:
a. Jari bayi tidak akan terpotong apabila tidak ada kelalaian tenaga
perawatan.
b. Membetulkan jarum infus adalah merupakan/berada pada tanggung
jawab perawat.
c. Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadian
tersebut.
14
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4
TANGGUNG JAWAB HUKUM
A. TUJUAN
Setelah selesai sesi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang pertanggung jawaban dalam hukum dalam kaitannya dengan
pelayanan kesehatan.
B. MATERI POKOK
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, melalui kegiatan belajar
akan dibahas dalam modul ini adalah sebagai berikut:
1. Contractual liability
2. Vicarius liability
3. Liability in tort
C. URAIAN MATERI
Seperti dikemukakan di depan bahwa tidak setiap upaya kesehatan
selalu dapat memberikan kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan
atau bahkan kematian. Malapetaka seperti ini tidak mungkin dapat dihindari
sama sekali. Yang perlu dikaji apakah malapetaka tersebut merupakan
akibat kesalahan perawat atau merupakan resiko tindakan, untuk selanjutnya
siapa yang harus bertanggung gugat apabila kerugian tersebut merupakan
akibat kelalaian tenaga perawatan.
Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat,
antara lain:
1. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban
dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan
pengobatan, kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya
maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga
15
kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
2. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang
timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam
tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan
bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian
perawat sebagai karyawannya.
3. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas haya
perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang
berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang
patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda
orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).
Ilustrasi kasus
Di ruang UGD datang seorang pasien yang habis bermain perahu
selancar dengan keluhan telinganya terdengar bunyi gemuruh. Setelah
diperiksa oleh seorang dokter residen, dokter tersebut memberi instruksi
kepada seorang siswa perawat untuk memberikan tetes telinga kepada
pasien. Dokter bermaksud memberikan obat tetes telinga glycerine dan
acid carbol, tetapi tidak mencatatnya pada kartu pasien.
Pasien komplain karena setelah mendapat obat tetes telinga (yang
meneteskannya teman si pasien) ternyata obat tersebut mengakibatkan
kerusakan sebagian kendang telinga dan pendengarannya rusak secara
permanen.
Pada saat mengajukan bukti-bukti dokter menyatakan bahwa ia
telah memerintahkan untuk diberikan guttae pro auribus acid carbol atau
glyserine dan acid carbol drops. Si murid perawat yang baru
berpengalaman 18 bulan di rumah sakit tersebut mendengarnya dokter
mengatakan memberikan instruksi “acid carbol”.
Hakim perpendapat bahwa dokter telah lalai dalam memberikan
instruksi kepada seorang murid perawat yang tidak kompeten untuk
melakukan serta disalahkan cara instruksinya (tidak di tulis dalam kartu
pasien).
16
Lebih lanjut Hakim mengatakan bahwa dalam memberikan instruksi
kepada seorang murid perawat, maka dokter harus menjaga agar
instruksinya itu dimengerti sepenuhnya. Dokter itu seharusnya sebelum
memberikan instruksi harus yakin benar dan mengecek kembali bahwa
murid perawat tersebut cukup kompeten untuk melakukannya dan tahu
apa yang dimaksudkan (Hanson v. The Board of Managemen of the
Perth Hospital and Another, 1938).
17
KEGIATAN BELAJAR 5
UPAYA PENCEGAHAN DAN MENGHADAPI
TUNTUTAN MALPRAKTEK
A. TUJUAN
Setelah sesi ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan langkahlangkan
dalam upaya pencegahan dan menghadapi tuntutan/gugatan
malpraktek.
B. MATERI POKOK
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, melalui kegiatan belajar yang
akan dibahas dalam modul ini adalah sebagai berikut:
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
2. Upaya menghadapi tuntutan/gugatan pasien .
C. URAIAN MATERI
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga
perawatan karena adanya mal praktek diharapkan para perawat dalam
menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis)
bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed
consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau
dokter.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan
segala kebutuhannya.
18
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak
memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga
perawatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah
yang aktif membuktikan kelalaian perawat.
Apabila tuduhan kepada perawat merupakan criminal malpractice, maka
tenaga perawatan dapat melakukan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat
mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi
merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan
bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana
disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan
atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan
menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung
jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari
pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang
dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa
penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan
kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana
perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan
adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan
perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan,
dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan
19
dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab
atas derita (damage) yang dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya
tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa
loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan
kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara
menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan
(damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang
awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga
perawatan.
20
SOAL UNTUK EVALUASI
1. Sebutkan arti kata malpraktek dan jelaskan definisi dari malpraktek
profesi kesehatan ?
2. Apa yang Saudara ketahui tentang ethical malpractice dan yuridical
malpractice ?
3. Sebutkan jenis-jenis malpraktek dibidang hukum dalam pelayanan
kesehatan ?
4. Mengapa pembuktian malpraktek dalam pelayanan kesehatan itu tidak
mudah ?
5. Apa yang harus dibuktikan oleh pasien dalam gugatan perdata agar
gugatan perdata berhasil ?
6. Apa yang dimaksud dengan pembuktian tidak langsung ?
7. Sebutkan upaya pencegahan agar tidak terjadi malpraktek ?
8. Sebutkan upaya menghadapi tuntutan hukum di pengadilan ?
KATA KUNCI
1. Mal berati salah dan praktek berarti tindakan, mal praktek berarti tindakan
yang salah.
# Ada kelalaian
# Menerapkan pengetahuan dan keterampilan
# Lazim diterapkan
# Di wilayah tertentu
2. Ethical malpractice tindakan yang salah ditinjau dari aspek kode etik
profesi, sedangkan yuridical malpractice ditinjau dari aspek hukum
3. Criminal malpractice
Civil malpractice
Administrative malpractice.
21
4. Yang membuktikan penggugat yang awam terhadap masalah profesi
tenaga kesehatan
5. 4 D
6. Doktrin res ipsa loquitur
7. Upayanya:
# Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan
upayanya,
# Semua prosedur medik hendaknya dilakukan dengan informed
consent.
# Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
# Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau
dokter.
# Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan
segala kebutuhannya.
# Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
8. Formal defance dan legal defance.

Sumber : Kasimin, SH.,MKes.

______________________________________________________________________________________

UU Praktik Kedokteran Bukan Hukum Kesehatan


Dua-tiga tahun terakhir ini merupakan masa suram bagi bangsa Indonesia. Cobaan demi cobaan seakan tiada henti.
Penanganan korupsi yang ternyata baru sedikit menampakkan titik terang tentu saja juga menambah keprihatinan
masyarakat yang minta keadilan, sementara sekian juta anak harus dibiayai karena tidak mampu membayar biaya
pengobatan. Upaya pengentasan masalah di atas membawa angin segar. Pemerintah mulai menunjukkan kepedulian
dan keberpihakan kepada yang lemah. Namun, niat baik pemerintah mengalihkan subsidi hanya kepada yang pantas
menerima telah menimbulkan masalah baru di lapangan karena pelaksanaannya belum seperti yang diharapkan.
Hal ini membuktikan bahwa setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan tidak otomatis dapat dilaksanakan
untuk menyelesaikan segala permasalahan. Untuk itu, tulisan ini akan mengulas Undang-Undang Praktik Kedokteran
(UUPK) yang telah ditetapkan dan mulai dilaksanakan pada 6 Oktober 2005.

UUPK sering kali dipahami sebagai (sama dengan) hukum kesehatan atau hukum kedokteran. Pandangan tersebut
muncul apabila hukum dimaknai sebagai peraturan untuk memenuhi kebutuhan praktis (dengan menghafal pasal-pasal).
Memang diakui bahwa peraturan perundang-undangan adalah bagian tersurat dari wujud hukum, tetapi filosofi yang
tersirat di balik peraturan tersebut merupakan bagian penting dari pemaknaan hukum yang lebih luas dari sekadar
peraturan perundang-undangan dan yang masih harus diselami dengan nurani kemanusiaan.

Van der Mijn menyatakan bahwa hukum kesehatan sebagai ... a body of rules that relates directly to the case for health as
well as to the application of general civil, criminal and administrative law 1 atau: ... meliputi ketentuan yang secara
langsung mengatur masalah kesehatan, berkaitan dengan penerapan ketentuan hukum pidana, hukum perdata, dan
hukum administratif yang berhubungan dengan masalah kesehatan.

Ruang lingkup

Analog dengan pendapat tersebut, maka hukum kesehatan memiliki ruang lingkup, pertama, peraturan
perundang-undangan yang secara langsung dan tidak langsung mengatur masalah bidang kedokteran. Contoh UUPK.
Kedua, penerapan ketentuan hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana yang tepat untuk itu.
Ketiga, kebiasaan yang baik dan diikuti secara terus-menerus (dalam bidang kedokteran), perjanjian internasional,
perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi yang diterapkan dalam praktik bidang kedokteran, merupakan sumber
hukum dalam bidang kedokteran.

Keempat, putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, menjadi sumber hukum dalam bidang kedokteran.
Pokok masalah yang dihadapi masyarakat dalam hubungannya dengan tenaga kesehatan adalah penyelenggaraan
praktik kedokteran yang tidak memuaskan sehingga UUPK disusun dengan penekanan pada pengaturan praktik
kedokteran dan bukan untuk penyelesaian sengketa.

Tujuan dari pengaturan praktik adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat, kemudian mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan, dan memberikan kepastian hukum. Apabila sengketa diibaratkan sebagai akibat suatu
perbuatan (yang terjadi di hilir), maka pengaturan merupakan upaya preventif untuk menghindarkan sengketa. UUPK
memang bukan peraturan pertama yang dibuat untuk mengatur pelaksanaan tugas profesional kesehatan, tetapi
diharapkan dapat mengeliminasi permasalahan kesehatan yang akhir-akhir ini merebak di masyarakat.

Pemberitaan di media massa cetak maupun elektronik, yang seakan-akan menuding petugas kesehatan telah melalaikan
kewajibannya, menumbuhkan keprihatinan dan ketidakpercayaan masyarakat kepada komunitas yang menyediakan
pelayanan kesehatan. Ironisnya, pers yang diharapkan menjadi media pembelajaran bagi masyarakat tidak selalu
mewartakan kebenaran, misalnya mem-blow-up kematian setelah diimunisasi. Ini justru dapat menyesatkan masyarakat
yang membutuhkan pertolongan untuk mengupayakan kesehatan secara baik dan benar demi kehidupan di masa depan
yang lebih produktif.

Dengan menunjukkan bahwa UUPK hanya salah satu aspek hukum dalam penyelenggaraan praktik kedokteran,
diharapkan dapat menghilangkan anggapan bahwasanya UUPK adalah hukum kesehatan. Bagi profesional medik, perlu
memahami ruh yang terkandung dalam UUPK supaya perilaku dan pelayanannya tidak menyimpang dari etika dan norma
yang telah disepakati bersama sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada profesi yang
diembannya.
By : agus setyawan / wawan, diketik ulang dari situs hukum kesehatan

Tidak ada komentar: